Kamis, 07 Januari 2016

Keprok Garut Jeruk Paling Berkelas

kebunbibit.id

Di Garut terdapat bermacam-macam jeruk yang dapat dimakan langsung sebagai buah segar. Menurut Ir. Yudi Hermawan, PPS Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten DT II Garut, yang termasuk jeruk garut adalah keprok (Citrus nobilis chrysocarpa), konde (C. nobilis unshiu), licin (C. nobilis reticulate), siem (C. nobilis microcarpa) dan manis (C. aurantium). Yang bernilai komersial tinggi hanya keprok dan siem sehingga jeruk lainnya nyaris tak dikembangkan orang.
Keprok garut juga lazim disebut jeruk paseh atau keprok paseh, yang berarti jeruk yang sempurna dipandang dari segi bentuk, ukuran, penampilan, rasa, dan nilai ekonominya. Keprok lain seperti licin dan konde dianggap kurang bermutu, karena berukuran lebih kecil, berkulit hijau, dan terlalu murah harganya.
Ciri khas 
Keprok garut berbentuk agak bulat lonjong, dengan permukaan kulit yang agak kasar. Warnanya kuning agak kemerahan setelah masak, tapi tak merata. Di pangkal buah terdapat benjolan seperti bintang, atau tonjolan berupa putting. Kulitnya yang tebal tak begitu melekat pada daging buah, sehingga mudah sekali dikupas. Orang menyebutnya ngelotok. Septa-septa daging buah mudah sekali dilepas, dan daging buahnya lunak, lembut dan banyak mengandung air. Rasanya manis agak masam yang segar, dan beraroma khas, karena bijinya sedikit, jeruk itu nyaman sekali dinikmati sebagai buah segar.

Keprok garut yang baru ini mulai berbuah pertama kali setelah 3-3,5 tahun bibit ditanam di lapangan. Pembuahan pertama rata-rata dapat menghasilkan 30-40 kg/tahun/pohon. Selanjutnya dapat menghasilkan 40-60 kg/tahun/pohon. Masa produktif 5-6 tahun. Setelah berumur 8-9 tahun. Tanaman siap dibongkar untuk peremajaan.

Bunga Camellia Si Cantik dari Australia


Sosoknya  secantik bunga mawar. Mahkotanya tersusun berlapis-lapis semakin kecil  dan rapat ke ujungnya. Kuncup dan bunganya yang sedang mekar selalu  hadir bersamaan, hingga selalu tampil semarak sepanjang waktu.

Ketika mengunjungi kebun milik Edward Kristianto, seorang hobiis anggrek dari Bandung, di daerah Lembang, di depan pintu masuk greenhouse-nya ada sekitar 40 tanaman Camellia japonica dalam pot berjajar rapi. Ukuran tanaman itu beragam, ada yang pendek (20 cm), ada juga yang lebih mencapai 2 m lebih. Sebagian dari tanaman itu sudah berbunga. Bentuknya mirip mawar. Bedanya, bunga itu tidak muncul dari pucuk tanaman, melainkan dari sela-sela ketiak daun di sepanjang batang atau cabangnya. Ukuran garis tengahnya 5-10 cm. Warnanya bermacam-macam, ada yang putih, merah, atau pink.Selain bunganya yang bermekaran, di sela-sela daunnya yang berwarna hijau mengkilap banyak bermunculan kuncup-kuncup bunga. Jumlahnya 1-6 kuntum per ketiak daun.

Dari Australia
“Saya memperolehnya dari Perth, Australia pada tahun 1990 yang lalu,” Edward mengisahkan tanaman camellia-nya itu. Menurut Edward, pada mulanya ia hanya memiliki 4 varietas. Namun karena senang ia lalu memburu varietas-varietas lainnya di Australia maupun di Indonesia. Lama-kelamaan koleksinya bertambah banyak. Kini ia telah memiliki kira-kira 12 varietas camellia, termasuk jenis liar yang sudah sejak lama ada di daerah pegunungan di Indonesia. Selain itu ia juga memperbanyak jenis-jenis yang sudah ada. Karena dianggap mampu merawat dan kebunnya cocok untuk pertumbuhan camellia, beberapa kenalan Edward yang mempunyai camellia menitipkan tanaman itu kepadanya, dan ternyata tanaman tersebut bisa tunbuh bagus serta rajin berbunga.

 Aslinya dari Jepang dan Korea
Tanaman camellia berbunga belum umu ditanam di Indonesia. Tapi jenis yang disebut Camellia chinensis, yang biasa diambil daunnya dan disebut teh, sudah lama ada di Indonesia. Berbeda dengan camellia teh yang konon berasal dari Daratan Cina, camellia berbunga ini berasal dari Jepang dan Semenanjung Korea. “Di Jepang spesies liar bunga camellia sering dipakai untuk ikebana, karena bisa tahan sampai seminggu,” Edward menuturkan pengalamannya. Namun hibrida-hibrida yang saat ini banyak beredar jarang digunakan untuk rangkaian, sebab ketahanan bunganya hanya 5 hari. Dari daerah asalnya ia lalu dibawa oleh pelaut Portugal (tahun 1500-an), dan menyebar ke seluruh Eropa. Oleh seorang botaniwan dari Swedia, Linneaus, tahun 1735 tanaman ini dideskripsi. Nama camellia sendiri diambil dari nama George Joseph Kamel (1661-1707), seorang Jesuit Morravia yang bekerja di Filipina sebagai farmakolog, ahli fisika sekaligus botaniwan. Lucunya, orang tersebut mungkin tidak pernah melihat sosok tanaman berbunga indah itu. Sejarah camellia untuk kebun modern dimulai pada tahun 1792, ketika sebuah kapal British East India Company membawa sejenis camellia yang kemudian popular dengan sebutan C. japonica Alba Plena. Namun tidak diketahui sejak kapan ia ada dan popular di Australia.

Cocok di Daratan Tinggi
Di Indonesia, camellia bisa tumbuh dan berbunga dengan baik, namun harus ditanam di daratan tinggi. “Di Bandung, 600-700 m dpl, ia tumbuh baik. Namun saya pernah juga mendengar ada orang Bogor yang menanam camellia di halaman rumahnya,” tutur Edward tanpa menyebut tempatnya secara pasti. Edward belum pernah menanam camellia di tanah pekarangan rumah kebunnya. Semua tanaman hasil perbanyakan secara setek itu ditanam di pot-pot berukuran 2-20 1 (15-35 cm). Media pot berisi campuran tanah humus dengan humus anam (pakis), dan sesekali diberi pupuk guano. Camellia memang menghendaki tanah berdrainase baik, gembur, cukup bahan organic dan sedikit asam, serta kelembapan yang cukup. Ia juga harus dilindungi dari sinar matahari terik dan angin kencang. Agar kelembapan di sekitar tanaman tetap terjaga, daun camellia harus sering dibasahi.

Kuncup Bunga Dikurangi
Beberapa bulan setelah setek yang tunbuh dipindahkan ke pot tunggal, tanaman mulai mengeluarkan kuncup-kuncup bunga. Jumlahnya cukup banyak. Kalau hal ini dibiarkan pertumbuhan bunga menjadi kurang baik, sebab tanamannya untuk masih kecil itu harus mengeluarkan banyak energy yang menyuplai hara bagi bunga.
Supaya tumbuh normal dan sempurna sebaiknya kuncup-kuncup bunga itu dikurangi, dan disisakan satu saja yang terbesar pada tiap ketiak/tandan. Dari saat muncul kuncup sampai bunga siap mekar memakan waktu 3-4 bulan, lalu bunga akan mekar sempurna 3-4 hari kemudian. Namun sebaiknya semua kuntum yang muncul di bunga pertama ini dibuang, lalu pertumbuhan vegetatif-nya dibiarkan. Dengan begitu energy untuk pembungaan di masa berikutnya bisa cukup terkumpul dan bunga yang muncul bisa cantik sempurna. Kalau dibiarkan, tanaman akan tumbuh tegak lurus. Untuk itu ia harus sering dipangkas, supaya muncul tunas-tunas dan cabang-cabang baru yang lebih banyak. Hingga tanaman tumbuh rimbun, dan pada saat berbunga tampak indah dan semarak.

Tanaman Kalanchoe Alias Si Cocor Bebek

kebunbibit.id 
Kalanchoe adalah tanaman hias sukulen anggota famili Crassulaceae. Ia lebih popular dengan sebutan cocor bebek. Menurut Sasmita, Koordinator KUD Cipanas Sub Unit Tanaman Hias, di pasar Cipanas ada tiga jenis cocor bebek yang gampang dijumpai, yaitu cocor bebek besar, cocor bebek mini, dan cocor beber berbunga. Di antara ketiganya, cocor beber berbungalah yang paling banyak penggemarnya. 
Cocok bebek berbunga yang bernama Latin Kalanchoe blossfeldiana, memang pantas kalau paling banyak penggemarnya. Jenis ini sangat rajin berbunga. Warna bunganya berkesan ceria, yang umum merah menyala, tetapi ada juga yang kuning, oranye, dan merah muda. Tanamannya bisa mencapai 30 cm tingginya, berdaun tebal hijau terang warnanya, dan cocok untuk tanaman hias pot.
Cocor  bebek besar atau K. daigremontianum, daya tariknya pada bentuk daunnya yang seperti mata tombak dan hijau warnanya. Permukaan daun bagian atas mengkilat, sedang pada permukaan bawahnya terdapat loreng-loreng coklat warnanya. Di pinggiran daunnya terdapat tunas-tunas yang jika jatuh ke tanah bisa berakar dan membentuk tanaman baru. Jenis ini tingginya bisa mencapai 40 cm dan umumnya berbatang tunggal. Kadang-kadang ia juga berbunga, warnanya hijau atau merah muda.
Cocor bebek mini atau K. tomentosa, sering juga disebut Panda Plant. Jenis ini juga berdaya tarik pada daunnya yang berbentuk oval, tebal, dan permukaannya ditutupi oleh bulu putih. Di bagian tepi daunnya terdapat garis berwarna coklat. Tinggi tanamannya bisa mencapai 30 cm. Jenis ini umumnya jarang menongolkan bunga.
Memeliharanya
Cocor bebek umumnya minta dipelihara di tempat yang banyak terkena sinar matahari. Media tanamnya harus porous, bisa dibuat dari campuran antara kompos dan pasir dengan perbandingan 3:1. Menyiram tanaman dilakukan jika media tanamnya sudah mulai kering. Jika media tanamnya selalu basah, tanamannya bisa membusuk.
Jenis yang berbunga, setelah bunganya habis, potong tangkai bekas bunganya yang telah kering dan mati. Selain untuk menjaga keindahannya juga untuk merangsang bunga berikutnya.

Mengenal Gejala CVPD Pada Tanaman



kebunbibit.id

Gejala CVPD sering dikacaukan dengan gejala kekurangan unsur hara mikro. Bagaimana mengenali gejala penyakit pada tanaman ini dengan benar?
Penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration), hingga kini tetap menjadi “momok” petani jeruk. Kehadiran penyakit ini sukar diketahui, tahu-tahu tanaman sudah menguning daunnya dan tak bisa diselamatkan lagi. Celakanya, kalau sudah terlihat ada satu tanaman sakit, biasanya tanaman jeruk lain di sekitarnya juga sudah terinfeksi, dan tinggal menunggu giliran matinya saja.
Bukan Virus atau Bakteri
Penyakit ini bukan disebabkan oleh virus atau bakteri, tapi oleh suatu organisma yang ujud maupun pola tingkahnya menyerupai bakteri. Organisma ini menetap di dalam jaringan phloem tanaman dan menyebabkan kerusakan. Rusaknya jaringan ini menyebabkan transportasi hasil fotosintesa dari daun ke bagian bawah tanaman menjadi macet.
Tidak Ada Gejala Khas
Penyakit CVPD sukar diketahui kedatangannya karena tidak memperlihatkan gejala yang khas. Sebagian gejalanya malah menyerupai gejala tanaman yang kekurangan unsur mikro, yaitu terjadinya penguningan jaringan daun di antara tulang-tulang daun. Akan tetapi, selain gejala seperti itu masih ada gejala-gejala lain yang bisa digunakan untuk memastikan apakah tanaman diserang CVPD atau kekurangan unsur hara. Kalau hasil pengamatan menunjukkan ada 3-4 gejala yang cocok, hamper dapat dipastikan tanaman itu terserang CVPD. Berikut ini disebutkan beberapa gejala serangan CVPD disertai dengan fotonya.
1. Daun berukuran lebih sempit dari daun normal, bentuknya lancip, dan bagian antara tulang-tulang daun berwarna kuning, atau warna kuning dengan bercak bulat hijau tua (foto 3).
2. Pada dahan yang terserang biasanya bermunculan tunas daun/bunga yang waktunya tidak bersamaan dengan pertunasan pada dahan yang sehat.
3. Pertumbuhan ranting-ranting yang terinfeksi sangat rapat sehingga tampak menjorok.
4. Daun-daun muda rontok sehingga tanaman tampak merana dan tembus pandang (foto 1).
5. Pertumbuhan buah tidak normal : kalau dibelah bagian dalamnya tampak tidak simetris, rasanya agak pahit dan bijinya berukuran kecil dengan warna kecoklatan (foto 2).
Terbawa Mata Tempel
Penularan CVPD  terjadi terutama karena perantaraan mata tempel. Mata tempel yang diambil dari tanaman sakit, yang kemudian diokulasikan pada bibit sehat, menyebabkan terjadinya infeksi. Kalau kemudian bibit ini dibawa ke daerah yang masih bebas CVPD, maka akan menjadi sumber penularan. Penularan juga bisa dilakukan oleh serangga bernama Diaphorina citri. Serangga ini mengisap cairan dari pucuk-pucuk tanaman. Kalau sehabis mengisap pucuk tanaman sakit lalu berpindah ke pucuk tanaman sehat, maka terjadi penularan.
Gunakan Bibit Bebas CVPD
Hendaklah berhati-hati sewaktu membeli bibit, jangan sekali-kali membeli bibit dari daerah yang sudah disinyalir menjadi tempat penyebaran CVPD. Tanaman juga harus disemprot dengan insektisida untuk membunuh serangga penular Diaphorina citri. Populasi serangga ini akan membengkak pada bulan-bulan Oktober, Desember-Januari, Maret, dan April-Juni. Selain itu, tanaman yang sudah terserang harus segera dibongkar dan dibakar, sedini mungkin.

Rabu, 06 Januari 2016

Ulat papilo mengancam jeruk anda



Ulat ini gemuk, pendek, dan sangat rakus melahap daun jeruk. Kalau ulat ini kita biarkan, pucuk tanaman akan meranggas. Bagaimana mengatasinya?
Dua tahun yang lalu, ketika sedang praktek lapang di salah satu kebun jeruk di Cianjur, saya menemukan beberapa pohon jeruk yang pucuknya meranggas, sedang di bawahnya banyak terdapat kotoran bulat hitam mirip kotoran kambing hanya ukurannya lebih kecil. Penjaga kebun mengatakan bahwa tanaman jeruknya banyak diserang ulat, yang cukup rakus melahap daun jeruk, terutama yang masih muda.
Benar memang, pada ranting jeruk itu banyak bertengger ulat berwarna hijau yang gemuk pendek, dengan kaki melekat kokoh. Mata “palsu” ulat itu tampak jelas, melotot, mengerikan.
Itulah ulat Papilio, yang sudah kesohor sebagai tukang “pangkas” daun jeruk. Ulat itu larva kupu-kupu Papilio, dari suku Papilionidae. Biasanya dari tiga jenis: Papilio memnon, Papilio demolion dan Papilio polytes.
Kupu dewasa menaruh telur secara berkelompok pada daun atau ranting muda. Tiap kelompok berisi 4-9 butir, yang sudah bisa menetas dalam tempo 3 hari menjadi larva kecil berwarna coklat. Setelah mengalami pergantian kulit sampai lima kali, akhirnya larva menjadi ulat hijau rumput gemuk sepanjang 6 cm, ada garis putih di antara perut dengan punggung dan sisi tubuh.
Ulat mengunyah daun muda terus selama 19-26 hari. Bila diganggu, ia akan memperlihatkan “tanduknya” yang berwarna merah, dan mengeluarkan bau yang menusuk, untuk mengusir pengganggunya. Ia boleh dibilang sangat malas. Bergeraknya sangat lamban, dan untuk berkepompong pun, ia tak mau bersusah payah mencari tempat lain yang jauh. Bila masa berkepompong tiba, ia akan melekatkan ekornya pada daun atau ranting di tempat hinggapnya semula.
Masa berkepompong akan berakhir dengan muncul kupu-kupu yang berwarna menarik. Kupu betinanya abu-abu dengan bercak merah, putih dan hitam, rentang sayapnya 9-13 cm. Tetapi jantannya berwarna hitam seluruhnya, dan lebih kecil daripada yang betina. Rentang sayapnya hanya 8-12 cm. Mereka senantiasa mendatangi bunga jeruk untuk menghisap madu, sampai suatu ketika kupu betina bertelur.
Penanggulangan hama ini bisa dilakukan dengan cara menangkapinya satu per satu, lalu membunuhnya. Kalau cara itu sukar dilakukan, atau barangkali karena merasa geli, dapat juga dengan melakukan salah satu cara menyemprotkan insektisida : Elsan 60 EC (dengan dosis 2 cc/1 liter), Klitop 50 EC (2-3 cc/1 liter), Larvin 75 WP (2-3 g/1 air) dan Zolone 350 EC (4 cc/1 air),

"Embun Madu" dan Cendawan "Jelaga"

kebunbibit.id
Hama yang mengeluarkan embun yang disusul cendawan jelaga, adalah 2 sejoli pengganggu pohon mangga. Keduanya bisa menyebabkan pembungaan terhambat, buah muda gampang rontok, dan pertumbuhan pohon tidak sempurna.
Diperlukan kejelian mengamati serbuan hama yang mengeluarkan cairan mirip “madu” dan cendawan hitam yang dikenal sebagai cendawan jelaga. Kenapa harus jeli? Karena sering kali kita hanya terpana oleh warna hitam cendawan itu yang menempel pada daun muda, tunas muda, cabang muda, tangkai/tandan bunga, dan buah muda. Padahal kalau hal itu sudah terjadi, sebetulnya kita sudah terlambat.
Biang Keladinya
Sebelum pohon mangga dijangkiti cendawan jelaga, biasanya ia sudah diserbu dulu oleh sejenis wereng mangga (Idioscopus niveosparsus) dan beberapa jenis kutu, yaitu, kutu hijau (Coccus viridis), kutu sisik (Coccus hesperidium), dan kutu putih (Pseudococcus citri). Wereng dan kutu itu mengeluarkan cairan manis yang dikenal sebagai embun madu.
Embun madu itu menempel pada daun muda, tunas muda, tandan bunga, dan pucuk tanaman, di tempat hama itu meletakkan telurnya dan sekaligus menghisap cairan tanaman. Kalau serangan menghebat, embun madu malah berceceran di atas tanah. Kalau udara kebetulan kering, dengan mudah embun madu itu kita amati karena mengkilap dan mirip “kerak”. Kalau udara berubah lembap, embun madu itu berubah menjadi hitam karena sudah ketempelan cendawan jelaga. Embun madu itu merupakan tempat tumbuh yang empuk bagi cendawan ini.
Menghambat Pertumbuhan
Hama di atas bisa menghambat pertumbuhan tunas dan bunga/buah, karena menghisap cairan tunas muda, tandan bunga dan tangkai buah. Bagian yang dihisap ini akan mongering dan berhenti tumbuh. Bunga/buah muda pun akan rontok. Sementara itu, embun madu yang bercendawan jelagamenghalang-halangi fotosintesa (pemasakan makanan pada daun) dan pernafasan melalui stomata (mulut daun). Akhirnya, pertumbuhan tanaman secara keseluruhan tidak sempurna lagi.
Biang Keladinya Dulu
Untuk mengatasi embun madu dan cendawan di atas kita harus terlebih dulu harus mengatasi hama penyebab dan penyebarnya, yaitu, wereng mangga dan kutu. Kutu ini disebarluaskan oleh “semut merah” (bukan rangrang). Semut merah memang memanfaatkan cairan manis yang dikeluarkan oleh kutu-kutu di atas. “Semut merah” diusir dengan cara sarangnya diobori saja dengan api; Atau kalau mungkin sarang ini diambil dulu dari pohon lalu dibakar. Sesudah itu, baru wereng dan kutunya disemprot dengan insektisida, misalnya, Bayrusil atau Tamaron (masing-masing 2 cc per liter air).
Cendawan Jelaga Disemprot Kapur
Setelah serangan diatasi, cendawan jelaganya diberantas dengan penyemprotan kapur sirih/kapur kembang (10-20 g per liter air), atau bisa “hembusan” tepung belerang (kehalusannya 250-300 mesh, takarannya 0,75-1,25 kg per pohon dewasa). Warna jelaga yang menempel, setelah dihembus atau disemprot akan mengelupas sendiri atau dihanyut oleh air hujan.

"Embun Madu" dan Cendawan "Jelaga"

kebunbibit.id
Hama yang mengeluarkan embun yang disusul cendawan jelaga, adalah 2 sejoli pengganggu pohon mangga. Keduanya bisa menyebabkan pembungaan terhambat, buah muda gampang rontok, dan pertumbuhan pohon tidak sempurna.
Diperlukan kejelian mengamati serbuan hama yang mengeluarkan cairan mirip “madu” dan cendawan hitam yang dikenal sebagai cendawan jelaga. Kenapa harus jeli? Karena sering kali kita hanya terpana oleh warna hitam cendawan itu yang menempel pada daun muda, tunas muda, cabang muda, tangkai/tandan bunga, dan buah muda. Padahal kalau hal itu sudah terjadi, sebetulnya kita sudah terlambat.
Biang Keladinya
Sebelum pohon mangga dijangkiti cendawan jelaga, biasanya ia sudah diserbu dulu oleh sejenis wereng mangga (Idioscopus niveosparsus) dan beberapa jenis kutu, yaitu, kutu hijau (Coccus viridis), kutu sisik (Coccus hesperidium), dan kutu putih (Pseudococcus citri). Wereng dan kutu itu mengeluarkan cairan manis yang dikenal sebagai embun madu.
Embun madu itu menempel pada daun muda, tunas muda, tandan bunga, dan pucuk tanaman, di tempat hama itu meletakkan telurnya dan sekaligus menghisap cairan tanaman. Kalau serangan menghebat, embun madu malah berceceran di atas tanah. Kalau udara kebetulan kering, dengan mudah embun madu itu kita amati karena mengkilap dan mirip “kerak”. Kalau udara berubah lembap, embun madu itu berubah menjadi hitam karena sudah ketempelan cendawan jelaga. Embun madu itu merupakan tempat tumbuh yang empuk bagi cendawan ini.
Menghambat Pertumbuhan
Hama di atas bisa menghambat pertumbuhan tunas dan bunga/buah, karena menghisap cairan tunas muda, tandan bunga dan tangkai buah. Bagian yang dihisap ini akan mongering dan berhenti tumbuh. Bunga/buah muda pun akan rontok. Sementara itu, embun madu yang bercendawan jelagamenghalang-halangi fotosintesa (pemasakan makanan pada daun) dan pernafasan melalui stomata (mulut daun). Akhirnya, pertumbuhan tanaman secara keseluruhan tidak sempurna lagi.
Biang Keladinya Dulu
Untuk mengatasi embun madu dan cendawan di atas kita harus terlebih dulu harus mengatasi hama penyebab dan penyebarnya, yaitu, wereng mangga dan kutu. Kutu ini disebarluaskan oleh “semut merah” (bukan rangrang). Semut merah memang memanfaatkan cairan manis yang dikeluarkan oleh kutu-kutu di atas. “Semut merah” diusir dengan cara sarangnya diobori saja dengan api; Atau kalau mungkin sarang ini diambil dulu dari pohon lalu dibakar. Sesudah itu, baru wereng dan kutunya disemprot dengan insektisida, misalnya, Bayrusil atau Tamaron (masing-masing 2 cc per liter air).
Cendawan Jelaga Disemprot Kapur
Setelah serangan diatasi, cendawan jelaganya diberantas dengan penyemprotan kapur sirih/kapur kembang (10-20 g per liter air), atau bisa “hembusan” tepung belerang (kehalusannya 250-300 mesh, takarannya 0,75-1,25 kg per pohon dewasa). Warna jelaga yang menempel, setelah dihembus atau disemprot akan mengelupas sendiri atau dihanyut oleh air hujan.

8 Penyakit Durian dan Penanggulangannya

Tanaman durian dewasa maupun yang masih bibit sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Umumnya penyakit itu disebabkan oleh cendawan, yang menginfeksi bagian akar, batang, daun sampai buah. Kalau tidak segera ditanggulangi tanaman akan mati.

Rendahnya produksi dan mutu durian, bisa terjadi sejak tanaman masih di pembibitan sampai setelah buah dipanen. Penyebab terbesar kerusakan itu adalah penyakit. Ketidaktahuan petani mengenali gejala penyakit sedini mungkin, sering menjadi kendala sehingga penyakit itu dengan leluasa ‘menyatroni’ kebun durian. Berikut delapan penyakit yang sering menginfeksi bibit, akar, batang, daun, dan buah durian.
Mati pucuk pada bibit 
Akibat penyakit ini bisa 50% lebih bibit hancur. Infeksi penyakit bies berawal dari batang, lalu berkembang ke daun dan akar. Daun yang terinfeksi, tampak mengecil, berubah warna, lalu muncul bercak-bercak kecil yang semakin lama semakin besar dan gelap, lalu menyatu membentuk bercak lebih besar. Daun-daun yang terinfeksi itu akan berguguran. Pada tingkat serangan berat, seluruh daun menjadi kering, dan bibit mati dimulai dari bagian pucuk. Penyakit ini juga menyebabkan akar membusuk, dan pertumbuhan akar-akar baru terhambat.

Penyakit yang mampu menghancurkan pembibitan durian ini disebabkan oleh cendawan Phytophthora palmivora. Munculnya cendawan biasanya karena penanaman terlalu rapat dan kelebihan air. Tetapi tanah yang terinfeksi merupakan sumber inoculum utama.

Untuk memperkecil infeksi penyakit ini jarak tanam diperlongar, drainase diperbaiki, dan penyiraman berlebihan dihindari. Bibit yang ditanam pada polybag sebaiknya menggunakan media steril. Untuk menghentikan penyebaran penyakit secara epidemic, seluruh areal pembibitan secara periodik disemprot fungisida berbahan aktif, metalaxyl, milfuran, arfurace, cyprofuram, oxadixyl, atau fosetyl aluminium.
Busuk akar pythium 
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Pythium vexans. Busuk akar pythium tidak hanya dijumpai di perkebunan durian, tetapi juga di kebun pembibitan. Bibit dalam polybag, yang berumur 4-12 minggu sangat peka terhadap penyakit ini.

Ciri khas penyakit ini adalah bercak nekrotik pada akar-akar lateral. Bercak ini dimulai dari ujung akar, semakin lama semakin besar. Di luar akar tampak normal, tetapi bila dibuka, pada bagian kortek tampak warna cokelat gelap dan bagian yang berkayu berwarna pink berbintik-bintik kecokelatan. Pada kasus berat, bagian yang busuk berkembang dari ujung akar ke arah leher akar. Bila yang terinfeksi akar di bagian atas tanah, pucuk-pucuk tanaman akan mati lalu muncul tunas baru tepat di bawahnya.

Bibit yang terkena serangan daunnya menjadi lemah, lalu muncul bercak kecokelatan di pangkal daun. Beberapa hari kemudian seluruh daun akan layu dam bibit mati. Bibit yang terinfeksi bila dicabut akan tampak akar-akarnya membusuk, juga bagian pangkal batang. Inilah yang menyebabkan tanaman tidak mampu mengambil makanan dan air dari tanah sampai akhirnya mati.

Sebelum penanaman atau sebelum tanaman terkena serangan, tanah disterilkan dengan menyiramkan fungisida sistemik berbahan aktif metalaxyl, fosetyl aluminium, propamocarb hydrochloride, atau etridizole. Media bibit di polibag sebaiknya menggunakan tanah steril. Juga usahakan drainase tetap baik, hindari penyiraman air dan pemupukan berlebihan.